Minggu, 27 Oktober 2013

Terima Kasih untuk Kakakku

Aku baru saja pulang dari sekolah ketika jarum jam menunjukkan angka 5 sore. Aku capek. Di sini di rumah baruku, aku hanya tinggal bersama seorang Kakakku. Ayah dan Ibuku tinggal di Medan bersama keluarga yang lain. Aku baru pindah dari Medan 2 minggu yang lalu, kalau Kakakku, dia sudah tinggal di sini 5 tahun yang lalu. Walaupun baru 2 mingggu tapi di sini aku sudah banyak teman.

“Dari mana saja Dek? Kok baru pulang?” Tanya Kakakku ketika melihatku masuk kamar mandi.

“Habis latihan tonti Kak.” Jawabku singkat, aku hanya ingin segera mandi karena aku sudah tidak tahan dengan bau badanku sendiri.

“Lho kamu ikut pasukan tonti dek?” tanya Kakakku yang keheranan, masak baru dapat 13 hari sekolah dah masuk tonti, mungkin itu yang dipikirkan Kakakku, tetapi kenyataannya memang begitu.

“Iya Kak, pasalnya di SMA ku kekurangan anggota tonti, makanya aku di rekrut. Lagian dulu di Medan aku juga ikut tonti Kak?” aku menjawab sambil gosok gigi jadi suaraku terdengar tidak karuan.

“Iya dek, tapi kamu kan udah kelas dua, ntar pelajaranmu keganggu nggak?” Tanya Kakaku. Aku pindah ke Jogja pas kenaikan kelas dan seperti yang disebutkan di atas kalau aku sekarang kelas dua SMA, aku sekolah di SMA yang cukup terkenal.


“Ya gimana boleh buat Kak? Ini udah keputusanku untuk ikut tonti lagi.” Jawabku kesal, aku paham peran Kakakku di sini, walaupun begitu dia sangat berjasa buat aku, dia Kakakku sekaligus pengganti orang tuaku di sini. Namaku Mulan Arnagata sedangkan Kakakku Wulan Putri Arnagata, kami sangat mirip, hingga orang-orang sering menganggap kami kembar, padahal usia kami terpaut jauh. Kakakku kuliah di salah satu universitas ternama di Yogyakarta, dia ingin menjadi tenaga pengajar di sini.

“Oke kalau mau mu begitu, tapi jangan bilang kalau Kakak belum menginggatkan” Kata Kakakku yang sedang masak di dapur. Bau masakannya tercium hingga ke kamarku. Aku kenakkan baju tidur favoritku. Kakakku memang lebih dalam segala hal, dibanding dia aku bukan siapa-siapa. Ayah dan Ibukku sering membedakan kami, aku jadi risih kalau mendengarnya. Kak wulan orangnya lemah lembut, baik, dia juga sangat bijaksana, satu hal yang membuatku heran, Kakakku selalu bertindak sangat hati-hati, entah itu sedang di jalan ataupun sedang di kamar mandi. Dia takut terjatuh katanya ketika aku bertanya. Makannya tak jarang teman lelakinya yang mampir ke rumah. Tetapi aku bingung, sampai sekarang Kakakku belum juga menemukan pasangan hidup, padahal Ayah dan Ibukku sangat mengharapkan Kakakku untuk segera menikah. Kak Wulan selalu menjawab “Ayah, Ibu, Wulan mau menyelesaikan kuliah dulu, entar kalau ada yang klop di hati segera deh aku kenalkan ke Ayah sama Ibu” Itu itu terus yang dikatakan Kak Wulan, beh jadi bosen deh dengernya.

“Dek, maemnya dah jadi. Cepetan ke sini!” Perintah Kakakku.

“Iya Kak” Aku segera menghampiri Kakakku yang sedang di ruang makan.

Kali ini Kak Wulan masak masakan kesukaanku, aku jadi lahap memakannya. Oh ya aku belum cerita satu hal ya? Firasatku nih Kakakku lagi suka sama seseorang. Aku belum tau sih siapa dia? Tapi toh nanti pada akhirnya aku akan tau juga.

“Kak, masakannya enak banget, besok masakin kayak gini lagi yak” Makanan di mulutku penuh jadi suaraku nggak jelas.

“Iya, dek masalah tonti Kakak khawatir kalau kamu keganggu dengan kegiatan ini” kata Kakakku yang kali ini membuatku berhenti melahap nasi.

“Kak ini udah keputusanku, jadi mohon untuk dihormati Kak” Kataku sambil berlalu meninggalkan Kakakku. Memang kali ini kata-kataku sedikit kasar. Aku belum pernah seperti ini terhadap Kakakku.

“Dek dengerin Kakak dulu dek” Aku menghiraukan Kakakku, kemudian aku masuk kamar. Aku sedang tidak ingin berdebat dengan Kakakku, aku capek Kak.

Aku terbangun dari tidurku di tengah malam, ah... ternyata tadi aku tertidur. Setelah sadar penuh, aku mendengar suara tangisan, semula aku mengira bahwa itu hantu, tetapi setelah aku teliti itu adalah suara Kakakku. Kenapa Kakakku menangis? Aku beranjak dari tempat tidurku, pelan ku melangkah mendekati kamar tidur Kakakku. Ku intip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat. Aku melihat mata Kakakku sembab, sepertinya dia menangis sejak tadi. Namun apa yag ditangisi Kakakku?

Aku ragu untuk menghampiri Kakakku. Aku takut akan keadaan Kakakku. kembali ku menuju kamaraku, kututup muKaku dengan bantal, agar suara tangisan Kakakku tidak terdengar, aku takut jika semua ini penyebabnya tidak lain adalah aku, apa kata-kataku tadi sore yang membuat hati Kak Wulan terluka? Tak terasa air mataku tumpah, ku tak sanggup lagi menahan keingin tahuanku, kenapa Kakakku menangis, dengan langkah gontai aku menuju kamar Kak Wulan. Ku beranikan diri untuk membuka pintu kamar Kak Wulan. Di sini aku mendapati Kakakku yang semakin terisak ketika melihatku berdiri di depan pintunya, aku binggung, ada apa ini Kak? Dia berlali ke arahku dan seketika dia memelukku erat.

“Kak kenapa Kakak menangis, apa karena salahku Kak?”Kataku sembari terisak.

“Bukan dek, ini bukan salahmu, bukan salah siapa-siapa” Jawab Kak Wulan yang masih memelukku erat.

“Lalu kenapa Kak Wulan menangis?” Tanyaku lagi.

“Dek, maaf. Kakak tidak bisa memberi tahumu sekarang. Jika sudah waktunya kamu akan tahu sendiri dek” kata Kakakku yang kemudian melepas pelukanya. Malam ini aku tidur dengan Kakakku. Aku masih belum menemukan penyebab Kakakku menangis.

Keesokan harinya, aku sudah mendapati Kakakku tidak ada di sampingku. Di mana dia. Aku cari ke seluruh rumah, namun aku belum juga mendapati Kakakku.

“Kak?” aku memanggilnya namun tidak ada jawaban.

Ku dapati sebuah tulisan di meja makan, bertuliskan :

Dek, pagi ini Kakak tidak masak, sisa sayur kemarin sore masih, untuk saat ini makan itu dulu ya dek. Jangan lupa dihangatkan dulu.Kakak udah ke kampus duluan. Ada tugas penting..

Ah Kakakku sudah berangkat kuliah duluan. Padahal pagi ini, aku ingin bertanya tentang kejadian tadi malam. Sudahlah, segera aku menuju ke dapur untuk menghangatkan sisa sayur kemarin sore. Sudah dua hari ini Kakakku berangkat pagi terus. Aku heran, kenapa sepagi itu harus berangkat kuliah? Padahal ini baru pukul setengah enam pagi. Aku sarapan pagi tanpa ditemani Kakakku, asing memang rasanya. Biasanya berangkat sekolah aku pun diantar, yah... untuk kali ini tidak. Aku naik motor sendiri. Sesampai di sekolah aku langsung menuju kelasku, seperti yang aku lakukan di Medan dahulu, kalau belum bel masuk, kita ngrumpi dahulu. Tentang apa saja, Kakak kelas yang ganteng, guru yang nggak enak, sampai utang piutang pun di bahas, aduh emang calon ibuk ibuk tulen kali ya?

Bel tanda masuk berbunyi, pelajaran yang pertama adalah bahasa Jerman. Enak nggak enak tetep harus aku jalani. Awalnya aku sulit menerima pelajaran ini, namun lama kelamaan aku mulai bisa mengikuti. Belum sampai satu jam pelajaran, ada seseorang yang masuk ke kelasku. Siapa itu? Sepertinya pernah lihat. Astaga itu teman Kakakku yang ehem, dia manis. Mas Adnan, ada apa ke sini? Terlihat dia sedang berbicara dengan guruku, dari raut mukanya terlihat ekspresi yang tidak mengenakkan. Tak berapa lama

“ Mulan Arnagata” Panggil guruku.

“Iya, saya Buk” Aku mengacungkan jari.

“Kamu dicari nak”

“Iya buk” kemudian aku berdiri dan Frau Nina menggandengku keluar, diikuti Mas Adnan.

“Iya ada apa buk?” aku bertanya sekali lagi.

“Kamu di cari Mas Adnan” kata Frau Nina yang kemudian meninggalkan kami berdua.

“Dek Mulan?” tanya Mas Adnan meyakinkan bahwa aku benar-benar Mulan. Aku punya firasat buruk tentang ini. Semoga firasatku salah.

“Iya Mas”

“Jangan kaget ya dek, Kakakkmu masuk rumah sakit”

Apa? Kakakku masuk rumah sakit. Sakit apa Kakakku? Kenapa selama ini aku tidak tahu? Aku sudah diijinkan untuk pulang pagi hari ini, alias bolos. Di perjalanan menuju rumah sakit aku terdiam. Ada apa dengan Kakakku? Kata-kata tidak bisa keluar dari mulutku, aku terlalu shock mendengar hal ini.

“Mas Adnan” kataku memecah keheningan.

“Iya dek”

“Mas, ada apa dengan Kakakku?” Ku beranikan bertanya, aku tidak peduli tentang jawaban Mas Adnan, entah itu baik atau buruk aku akan menerimanya.

“Dek, sebenarnya Wulan melarangku untuk memberi tahu tentang hal ini. Tapi kamu adiknya kamu berhak tahu tentang ini. Aku akan memberi tahumu sesampainya di rumah sakit.’

“Kenapa nggak di sini saja Mas? Aku siap menerima berita ini, entah itu baik atau buruk” Kataku memohon kepada Mas Adnan. Kali ini Mas Adnan hanya terdiam, menandakan bahwa keputusannya tidak bisa diganggu gugat.

Sesampainya di rumah sakit, hiks...hiks, aku menangis, aku menangis melihat Kakakku di rawat di ruang ICU, terdapat kabel-kabel di dadanya, di sampingnya terdapat monitor untuk memantau jantung Kakakku. Ada apa dengan Kakakku, ya Allah, sembuhkanlah Kakakku.

“Mas Adnan, ada apa dengan Kakakku, Kak Wulan sakit apa? Katakan padaku Mas” aku tak kuasa menahan air mataku, jatuh begitu saja. Mas Adnan terdiam, sesaat kemudian menghela nafas.

“Kakakkmu, Kak Wulan. Mengidap kanker otak stadium tiga” kata-kata itu, seperti pisau yang meyayat hatiku. Apa? Aku lemas, aku bingung, aku tak tau harus berbuat apa? Aku butuh penyemangat. Ya Allah, kenapa aku baru tau sekarang ketika Kakakku sedang terbaring lemas tak berdaya di ruang ICU. Aku tertunduk lemas di ruang tunggu dengan air mata yang masih membasahi pipiku, Mas Adnan berada di sampingku, di merangkul pundakku. Ayah Ibuku sudah dikabari, namun mereka baru bisa datang kesini seminggu kemudian, ini masalah tiket yang di belinya. Kemudian aku menyeka air mataku.

“Mas, apa selama ini Mas Adnan tau tentang hal ini?” tanyaku terhadap Mas Adnan

“Sebenarnya, iya Dek. Aku tahu sudah lama, tapi Kak Wulan tidak ingin kamu mengetahui hal ini. Dia menyuruhku untuk menyimpan rapat-rapat tentang hal ini, dia tidak mau sekolahmu keganggu, kamu tau kan 2 hari ini kakakmu selalu berangkat pagi sebenarnya dia nggak ke kampus tetapi check up untuk memantau kesehatannya yang sudah 1 bulan ini memburuk” Aku menyesal telah berkata kasar terhadap Kakakku, aku ingin minta maaf.

“Kalau begini caranya, sudah pasti akan menganggu pelajaranku” sejenak kami terdiam, aku melihat wajah Mas Adnan, tenang tetapi kuat, lembut tetapi tegas. Mungkin inilah lelaki yang menjadi tambatan hati Kakakku. Aku rasa mereka berdua memang cocok. Kak Wulan kamu harus cepat sembuh, aku ingin melihat senyum manismu lagi, di samping Mas Adnan.

Selama ayah dan Ibuku belum datang kesini, aku dan Mas Adnan yang menjaga Kakakku secara bergantian. Kak Wulan masih terbaring tanpa sadar di ruang ICU, kami tidak bisa masuk. Hanya bisa melihat Kakakku dari luar ruangan. Enam hari kemudian Kakakku sadar, syukurlah, ada rasa lega di benakku. Segera Kakakku pindah ruangan, tidak di ruang ICU lagi, jadi kami sudah bisa berinteraksi lagi, walaupun tidak seperti biasanya. Ketika itu aku dan Mas Adnan menunggu bersama, Aku melihat keseriusan Mas Adnan merawat Kakakku dengan penuh kasih sayang. Ada rasa iri di hatiku, namun aku sadar aku hanya adik perempuan dari Kak Wulan. Aku tau persisi posisiku. Malamnya, gantian aku yang menjaga Kakakku sendirian ada rasa cangung yang timbul di antara kami, aku bingung harus berkata apa? Aku sedikit marah dengan Kakakku, karena dia tidak jujur denganku.

“Kak Wulan” aku memecah keheningan

“Iya” jawab Kakakku, jujur, untuk saat ini sebenarnya aku sedang tidak ingin berbicara dengan Kakakku, namun itu tindakan bodoh yang akan ku perbuat.

“Kak kenapa selama ini Kakak nggak bilang jujur denganku kalau Kakak punya penyakit ini?” tanyaku menahan air mataku agar tidak terjatuh dari kelopak mataku, aku tidak ingin terlihat lemah di depan Kakakku yang sedang dalam keadaan seperti ini. Sebelum menjawab terlihat Kakakku tersenyum simpul ke arahku.

“Dek, sebelumnya maafin Kakak ya, karena selama ini tidak jujur sama Mulan.............. dek aku tidak ingin menggamggu waktu sekolahmu dengan penyakit Kakak. Ini penyakit Kakak, biar Kakak yang menanggunya sendiri” kali ini aku benar-benar tidak sanggup menahan air mataku. Jatuh begitu saja, kali ini aku rapuh, aku lemah.

“Setidaknya aku bisa meringankan beban Kakak” kataku terisak. Aku tidak melihat sama sekali raut sedih di wajah Kakakku. Dia seperti sudah biasa menjalani ini. Aku memeluk Kakakku erat, tidak peduli alat-alat yang menempel di tubuh Kakakku. Tiba-tiba pintu terbuka, rupanya Mas Adnan dan temannya, aku belum pernah melihat temannya. Kemudian aku diperkenalkannya, namanya Mas Bayu. Air mataku masih berlinangan di pipi, untuk itu aku pamit ke kamar mandi. Di kamar mandi, aku mendengar tawa lepas mereka bertiga. Selesai di kamar mandi, aku di tarik Mas Adnan keluar ruangan.

“Ada apa Mas?” Di sini hatiku sedikit berdebar.

“Mmmm... tidak, aku hanya tidak ingin mengganggu mereka berdua, karena mereka berdua sudah lama tidak bertemu, pasti kangen” kata Mas Adnan.

“Apa maksudnya Mas? Aku tidak paham”

“Lihatlah mereka! Mereka berdua memang rindu satu sama lain” Mas Adnan memerintahku agar aku melihat mereka berdua yang berada di dalam lewat jendela pintu. Ya aku melihat mereka berdua tertawa bahagia, bercanda bersama.

“Iya aku melihat mereka, tapi aku belum, juga paham” kataku kepada Mas Adnan minta kejelasan.

“Beruntung Kakakkmu mendapatkan Mas Bayu, Bayu yang sering membuat Kakakmu tertawa, dia yang sering menghibur Kakakkmu” kata Mas Adnan yang masih menatap Kakakku dan Mas Bayu dari luar pintu. Aku melihat ada sebesit rasa cemburu yang ada di raut muka Mas Adnan.

“Maksud Mas Adnan, Kakakku sama Mas Bayu pacaran?” tanyaku yang tidak yakin dengan fakta ini. Ternyata perkiraanku selama ini salah besar, tapi kenapa Mas Adnan sangat serius merawat Kakakku ketika sedang dalam keadaan kritis? Kenapa bukan Mas Bayu yang merawatnya? Kemana dia ketika Kakakku dalam keadaan kritis? Banyak pertanyaan yang timbul dari diriku, namun apakah aku pantas untuk mengetahui hal ini?

“Iya dek. Sudah dua bulan ini Kakakmu dan Bayu pacaran” kata Mas Adnan, kali ini dia duduk lemas di dekat pintu. Heh, kenapa aku bisa tidak tau dengan pacar Kakakku sendiri selama ini, dan kenapa Kakakku tidak cerita tentang hal ini, aku kan adiknya, aku juga berhak tau hal ini.

“Mmmm... aku kira pacar Kak wulan itu..” Ups aku salah bicara, aku berhenti berkata.

“Siapa?” Tanya Mas Adnan penasaraan. Haruskah aku menjawab pertanyaan Mas Adnan?

“Mmmm.... aku kira pacar Kak wulan itu..” Aku berhenti berkata lagi dan menatap wajah Mas Adnan, tenang.

“Aku kira.. Mas Adnanlah pacar Kak Wulan” Aku tertunduk. Aku malu.

“Haah” Mas Adnan menghela nafas.

“Andaikan itu terjadi, aku kalah satu langkah dari Bayu” Mas Adnan meneruskan.

“Apa maksud dari Mas Adnan?” Kami berdua duduk di kursi depan kamar Kakakku.

“Jujur, tapi tolong jangan beri tau Wulan” Pinta Mas Adnan terhadapku

“Baiklah, aku siap menjadi pendengar setia” Candaku untuk mencairkan suasana.

“Hmmm.. “ Mas Adnan mulai bercerita panjang lebar. Ternyata memang Mas Adnan suka dengan Kakakku, sudah kuduga. Kemudian dia bercerita dengan sahabatnya, yang tidak lain adalah Mas Bayu. Dia bercerita kepada Bayu tentang perasaanya kepada Kakakku, dia ingin mendapatkan Kakakku dan minta diajari bagaimana nembak cewek secara romantis. Namun sebelum itu, Bayu minta dikenalin dengan Kakakku, supaya tau cara jitu yang bakalan dia sarankan untuk Mas Adnan. Mas Adnan tidak berburuk sangka terhadap Mas Bayu dan kemudian kenalanlah mereka berdua. Setiap kali Mas Adnan ngajak jalan, Kakakku selalu minta ditemani Mas Bayu. Miris memang, dari situ Mas Adnan mulai curiga dengan gelagat Bayu yang sulit untuk diajak ketemuan dan anehnya lagi Mas Bayu menyuruh Mas Adnan agar tidak ketemuan dulu dengan Kak Wulan. Usut punya usut ternyata mereka berdua, Mas Bayu dan Kakakku telah jadian sseminggu setelah kenalan.

“Waktu itu sakit banget rasanya dek, ketika tau kalau mereka berdua pacaran, rasanya pengen nonjok si Bayu, tapi dia adalah sahabatku, dia yang mengajariku banyak hal. Masak air susu dibalas air tuba, kan nggak etis” Karena Mas Adnan sadar bahwa Mas Bayu adalah sahabatnya sendiri dan merasa bahwa Wulan lebih bahagia bersama Mas Bayu maka dia meerlakannya, dengan alsan penyakitnya ini. Mas Adnan paham betul dengan bahaya penyakit yang di derita Kak wulan, makanya dia nggak ingin melihat Kakakku bersedih hati. Kalau Kakakku bahagia dia juga akan merasa bahagia. Aku terharu mendengar cerita Mas Adnan, ingin rasanya memeluk Mas Adnan, tapi.... Ah sudahlah.

“Emang Mas Bayu ngak mikirin perasaan Mas Adnan apa? Kok dia tega ngambil belahan jiwamu?” Tanyaku ingin tahu.

“Ya, waktu itu hubunganku dengan Bayu sedikit renggang, trus Mas Bayu sama Kakakmu sering putus nyambung juga gara-gara masalah ini, ya karena merasa nggak enak, akhirnya aku minta maaf duluan sama mereka berdua, trus aku ikhlasin deh” Kata Mas Adnan sambil tersenyum ke arahku. Aku membalas senyuman Mas Adnan, kali ini jujur aku mengakui, aku benar-benar suka dengan Mas Adnan, tapi biarlah hal ini aku sendiri yang tau. Aku terpesona dengan sifatnya yang dewasa, penuh kasih sayang. Ya Allah ijinkan aku memiliki Mas Adnan.

“Mas Adnan, aku pulang dulu ya, makasih udah diceritain semuanya” Kataku kepada Mas Adnan, tak lama Kemudian aku masih melihat Mas Adnan masih duduk di depan kamar Kak Wulan. Belum berani masuk rupanya dia.

Sesampainya di rumah, aku melihat ada mobil terparkir di depan rumahku. Mobil siapa ya? Buru-buru aku masuk rumah.

“Ayah, Ibu” Ayah Ibuku udah sampai di Jogja, aku memeluk erat mereka berdua. Aku rindu mereka. Setelah saling melepas rindu, ayahku bertanya.

“Gimana keadaan Kakakmu Wulan?”

“Kemarin sudahh siuman, tadi juga udah ketawa-ketawa. Sekarang Kak Wulan lagi ditunggu sama temen dan ehem pacarnya” jawabku

“Kak Wulan udah punya pacar? Kok dia tidak pernah cerita sama Ibu Ayah?” Tanya Ibuku

“Aku tau aja baru kemarin Buk” Jawabku singkat.

“Ya udah yuk, sekarang kita ke rumah sakit yuk jengguk Kak Wulan” ajak Ayahku

“Oke......” Jawab Ibu dan aku hampir bersamaan

DI perjalan kami beertiga bertukar cerita tentang kehidupan kami, aku sangat bahagia karena keluargaku telah utuh kembali, tapi sayang Kakakku sekarang lagi sakit.

Ternyata Ayah dan Ibu juga telah merahasiakan penyakit kakakku sudah sejak lama, alasannya sama tidak ingin membebani pikiranku, takut kalau akhirnya nanti mengganggu sekolahku.

Sesampai di rumah sakit, ternyata tinggal Mas Bayu sendirian yang menunggu Kakakku, kemudian Mas Bayu bersalaman dengan orang tuaku dan mereka saling berkenalan. Raut bahagia terlihat di wajah Ayah, Ibu beserta Kakakku. Mungkin ayah bahagia karena Kakakku telah menemukan pasangan untuk saat ini, orang tuaku berharap lebih tentang hubungan mereka berdua. Orang tuaku ingin disisa hidup Kakakku, dia merasa bahagia, tetapi aku masih ingin kakak hidup lebih lama dari yang diperkirakan dokter. Dokter memvonis, Kakakku hanya bisa bertahan tiga tahun ke depan, tapi aku tak percaya itu, hanya Allah yang tau semua ini. Hanya Allah, manusia hanya bisa menduga. Malam ini, ayahku yang menjaga Kak Wulan. Ibukku pulang bersamaku, Mas Bayu juga sudah pulang.

Dua minggu setalah dirawat di rumah sakit, Kakakku diperbolehkan untuk istirahat di rumah, tetapi tidak boleh melakukan kegiatan yang berat. Aku melihat Kakakku sedang melihat keluar jendela, menerawang jauh ke luar sana entah apa yang sedang dipikirkannya. Dengan membelai rambutnya yang mulai rontok akibat obat-obatan kimia yang digunakannya. Ya Allah sabarkanlah Kakakku, berikan dia semangat yang lebih, bahagiakan dia. Tanpa sadar aku telah meneteskan air mataku, terjun bebas melalui pipiku. Aku pergi ke dapur dengan pipi yang masih basah karena air mataku sendiri. Aku meneguk segelas air putih, berusaha untuk menenangkan pikiranku, tetapi tetap saja gagal, sulit rasanya menelan seteguk air putih. Aku muntahkan keluar jendela. Dari belakang tiba-tiba Ibu memelukku erat, ternyata beliau telah melihat gelagatku sedari tadi.

“Sabar sayang, Sabar ya Mulan, Kakakmu pasti sembuh sayang, dengan berobat rutin Kakakmu pasti akan sembuh” Ibu membelai kepalaku dengan lembut dan penuh kasih sayang. Air mata Ibuku membasahi pipiku, aku tambah terisak, tak sanggup aku menahan air mata ini. Aku memeluk Ibuku erat. Bu apakah benar kata-kata yang diucapkan Ibu? Kakak sudah menjalani kemo, berarti sel yang sehat dalam otak Kakak ikut rusak juga dan itu sangat merugikan. Aku menuju kamarku setelah Ibu melepaskan pelukannya dan pergi mennggalkanku. Aku masih melihat Kakakku yang terduduk di depan jendela, namun sekarang tidak lagi membelai rambutnya. Terlihat sudah banyak rambut yang rontok di lantai. Aku tak berani menghampiri Kakakku. Hari demi hari, minggu demi minggu, keadaan kakak semakin memburuk, berulang kali harus masuk rumah sakit. Setiap pulang dari rumah sakit, raut wajah kakak semakin pucat. Bibirnya tak sesegar dahulu, matanya tak lagi cerah seperti dahulu, berat badannya kian hari kian turun. Kemana-mana kakak selalu menggunakan penutup kepala, ya karena rambutnya dulu yang hitam berkilau telah habis, yang lebih menyakitkan lagi, kakak harus berhenti berharap untuk menjadi tenaga pengajar. Aku dengar dari Mas Adnan, yang sekarang lebih sering datang ke rumahku untuk membantu merawat Kak Wulan bahwa Kak Wulan dan Mas Bayu telah putus satu bulan yang lalu. Ya Allah Ya Rabbi, apa yang harus aku lakukan? Disaat seperti ini aku harus menguatkan Kak Wulan, tetapi dengan cara apa? Hanya melihatnya saja, air mataku meluncur dengan sendirinya. Untuk fokus merawat kakakku, aku rela dikeluarkan dari tonti, gara-gara aku sering bolos latihan. Nilai-nilaiku turun drastis.

“Mulan, kenapa e kamu kok akhir-akhir ini tampak kecapean?” Tanya salah satu temanku, Rena namanya.

“Emm.. nggak kenapa-kenapa kok Ren” Jawabku berbohong.

“Jujur Lan, aku tau kamu pasti kelelahan kan ikut jaga Kakakkmu”

“Kamu kenapa sih? Itu urusanku, nggak usah ikut campur tauk!” Aku kesal jika Rena berkata seperti itu, dia kakakku terserah aku mau berbuat apa untuk kakakku. Itu bukan urusan Rena, Lala, ataupun Sinta. Mereka sahabatku.

Sesampai di rumah, terlihat ambulance terparkir di depan rumahku. Kakak. Segera aku turun dari motorku dan berlari masuk kerumah menuju kamar kakakku. Kakak. terlihat di lantai bercecer darah. Kak Mulan muntah darah, astaga. Segera Kakak dibawa kerumah sakit. Ruang ICU mulai tak asing lagi dalam hidupku, berkali-kali aku mengunjungi ruangan ini untuk menjaga kakakku yang terbaring lemas.

“Mas Adnan” Panggilku ketika dia baru saja datang untuk menemaniku menjaga kakak yang terbaring tidak sadar 2 hari yang lalu. Orangtuaku istirahat di rumah, mereka seharian tidak tidur kemarin.

“Iya dek, gimana keadaan kakakmu?”

“Ya, seperti inilah Mas, Mas Adnan bisa melihatnya sendiri kan?” Mas Adnan hanya terdiam memandangi orang yang masih dicintainya terbaring tak berdaya. Sepertinya Mas Adnan ingin memiliki kakakku sepenuhnya. Untuk saat ini aku masih belum Melihat Mas Bayu datang menjenguk Kak Wulan ada apa gerangan? Keheningan menghampiri kami berdua, hanya terdengar suara jam dinidng dan pendeteksi jantung yang dipasangkan untuk Kak Wulan. Malam harinya, Kak Wulan sadar, alhamdulillah. Segera aku menelfon ayah dan ibu. Ketika ayah dan ibuku datang Mas Adnan pamit pulang. Tiba-tiba Kak Wulan menangis, ada apa Kak?

“Ayah, Ibuk. Maafin Mulan. Mulan hanya bisa menyusahkan, tidak bisa membahagiakan Ibuk sama Ayah” Kata Kak Wulan kemudian, dengan isakan tangis memilukan. Kami ikut terharu. Malam, ini menjadi malam yang tak mungkin bisa aku lupakan. Ibu memeluk kakak erat, ayah berdiri di sampingnya yang juga meneteskan air mata. Sedangkan aku, hanya bisa terdiam melihat kejadian ini.

Setahun setelah itu, keadaan kakak semakin tidak meyakinkan. Teman-teman kakak banyak yang berdatangan untuk menjenguk kakak, berharap agar dia cepat sembuh. Selama ini, aku belum juga melihat Mas Bayu datang menjenguk. Hanya sekedar untuk memberi semangat lewat sms ataupun lewat mulut Mas Adnan pun sekali belum pernah. Entah kenapa aku semakin penasaran dengan dia? Ku akui hubunganku dengan Mas Adnan semakin dekat, karena hal ini. Aku jadi lebih jauh tau tentang latar belakang Mas Adnan, ternyata dia sudah mendapat tugas untuk menyelsaikan sebuah proyek di Jogja, dia masuk jurusan arsitektur, pasti dia udah mahir bangun rumah.

“Mulan” Kata kakakku ketika aku baru saja selesai memakaikan baju untuknya. Kakakku sekarang rawat jalan di rumah, kalau di rumah sakit biayanya akan lebih mahal. Ruang tidur kakakku yang dulu sungguh nyaman sekarang di sulap menyerupai ruang ICU. Banyak monitor-monitor dan kabel-kabel yang tak jelas mana ujung pangkalnya.

“Iya Kak, ada apa?” Aku duduk di kursi yang berada di sampingnya

“Maafin Kakak ya dek, selama ini Kakak tidak jujur drnganmu”

“Udah lah Kak, nggak perlu dipikirin, sekarang yang penting kakak cepet sembuh, nggak usah mikirin yang aneh-aneh”

“Aku kira semua itu tidak mungkin dek, Kakak sudah merasa tidak kuat lagi”

“Kak Wulan jangan bicara sembarangan. Kakak pasti bisa, aku yakin itu” aku memeluknya erat, dalam pelukannya, dia membisikan sesuatu padaku :

“Dek, makasih ya dek dah mau nemenin Kakak di sini. Aku minta satu hal, kalau Kakak sudah nggak ada nanti, aku mohon tolong jaga Mas Adnan” Apa maksud dari kata-kata kakakku? Aku melepas pelukannya. Aku melihat mata kakaku, dia terssenyum padaku.

“Aku yakin kakaklah nanti yang bakal menjaga Mas Adnan, bukan aku kak”

Malamnya, aku tak bisa tidur juga padahal waktu sudah menunjukan pukul 11 malam. Aku kepikiran dengan kata-kata kakak tadi. Aku menuju kamar kakaku....... tunggu cerita selanjutnya J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Teks Moderator Seminar dan Workshop

Terima kasih kepada pembawa acara yang telah memberikan waktu kepada saya. Saya disini sebagai moderator, akan memandu jalannya se...